Kulit gadis kecil berumur 6 tahun itu
kuning kecokelatan dengan rambut hitam bergelombang dikuncir dua, bergelung
seperti buntut tupai. Mata gadis kecil itu berwarna hijau seperti lumut danau. Perempuan
yang jauh lebih tua dari gadis kecil dan dipanggil nenek itu membelai penuh
kasih sayang kepala bocah perempuan tersebut sembari tersenyum sedih. Wanita
dengan warna mata hijau keemasan ini tak bisa mengatakan apapun pada gadis
kecil ini untuk membuatnya mengerti apa yang telah menimpa ibunya.
Tahun demi tahun berlalu gadis kecil itu
beranjak remaja. Sasha nama gadis kecil manis itu, tak memiliki nama belakang. Dia
tak hanya tidak memiliki nama belakang tapi, semua tetangganya tahu kalau
dirinya tidak memiliki orang tua dan hanya tinggal dengan neneknya. Mereka
tidak pernah menerima tamu di rumahnya. Setiap acara sekolah, neneknya tidak
pernah sekalipun datang menghadiri. Mendapat pengaturan aneh dan tidak biasa
seperti itu tidak pernah membuat Sasha merasa tersinggung karena dia hanya tahu
hidup seperti itu.
Hanya sekali, Sasha pernah bertanya pada
neneknya perihal orang tuanya terutama keberadaan ibunya. Hari itu, teman baru
Sasha di SMPnya bercerita mengenai betapa orang tuanya terlalu berlebihan
menanggapi keberhasilannya memasuki SMP favorit tempatnya sekarang bersekolah. Mendengar
itu, gadis manis yang mendapat kehormatan sebagai pelajar terbaik ini entah
kenapa merasa iri karena meski menjadi perwakilan murid di kelasnya, dia tak
pernah mendengar pujian dari orang tuanya. Pulang dari sekolah Sasha bertekad
untuk menanyakan perihal orang tuanya pada neneknya.
“Nenek, aku pulang.” Panggil pelan Sasha
di balik pintu kamar neneknya.
Meskipun Sasha hanya berucap pelan, dia
tahu kalau neneknya mendengarkan. Tak lama terdengar jawaban bersuara lembut
terdengar dari dalam kamarnya disertai dengan deru pelan mesin jahit yang
bekerja. Nenek Sasha menghidupi mereka berdua dengan menjadi seorang penjahit. Hasil
kain jahitan neneknya bisa berharga mahal sampai jutaan.
Selesai makan sore, Sasha mengerjakan
pekerjaan rumahnya. Gadis remaja ini bingung bagaimana caranya untuk mengorek
keterangan mengenai kedua orang tuanya pada neneknya. Dia tahu pasti tak akan
mudah mencari tahu karena neneknya tak pernah sekalipun menceritakan perihal
kedua orang tuanya. Menyadari kenyataan ini, Sasha menelan ludah berusaha
menguatkan diri untuk bertanya.
Tok, tok, tok... Sasha beranjak masuk
kamar neneknya setelah mengetuk tanpa mendengarkan balasan dari dalam kamar
neneknya. Melihat kehadirannya, nenek Sasha menoleh sembari mengernyitkan
alisnya yang indah. Tidak biasanya Sasha begitu tak sabaran menyelinap masuk
kamar tanpa menunggu balasan dari neneknya.
“Ada apa?” tanya nenek Sasha memandangi
gadis remaja itu. Dia memperhatikan kalau Sasha terlihat canggung dan tegang.
Berulang kali remaja dihadapannya menarik-narik ujung bajunya.
Penuh tekad, Sasha memandang lurus pada
neneknya dan berkata; “Nenek, dimana orang tuaku? Aku ingin mengetahui mengenai
keberadaan mereka, mohon ceritakan padaku!”
Nenek Sasha terperanjat, tak mengira akan
mendengar permintaan itu dari Sasha. Dengan segera, setelah keterkejutannya
menghilang, mata hijau keemasan milik nenek Sasha diliputi kesedihan dan
kehampaan. Dia menyusurkan pandangannya pada remaja dengan wajah tertunduk di
depannya yang sekujur tubuhnya memancarkan ketegangan dan penuh pengharapan. Dia
tahu kalau seharusnya tak menghancurkan harapan gadis itu akan kenyataan yang
ingin diketahuinya. Tapi, bukan sekarang, Sasha masih terlalu muda. Dia tak
mungkin bisa mencerna dengan baik penjelasan yang nanti akan mengguncang
dunianya. Meski berat, neneknya harus mengacuhkan permohonan remaja berusia
muda ini.
Menit-menit berlalu, keheningan terus berlanjut
menyesakkan diri Sasha. Semenjak mengutarakan keingin tahuannya, remaja
perempuan ini tidak berani memandang terus menerus pada neneknya. Dia merasa
tegang dan hanya bisa memejamkan mata, menunggu neneknya bercerita. Dia terus
menunggu dan mendengar deritan kursi dimana neneknya duduk menjahit. Dari sela
kelopak matanya, Sasha melihat neneknya beranjak dari kursi menuju pintu. Keanehan
perilaku neneknya membuat Sasha kembali memandanginya.
“Sasha...”
“Ya...” jawab Sasha penuh harap.
“Keluarlah, jangan ganggu nenek. Nenek
banyak pekerjaan.”
Sasha benar-benar tak menyangka akan
mendengar perkataan tersebut. Dia hanya bisa memandang bingung pada neneknya.
Tatapan tak terbantahkan dari neneknya membuat Sasha tanpa sadar menuruti
keinginan neneknya. Saat kembali tersadar, Sasha menemukan dirinya berada di
depan pintu kamar neneknya yang sudah kembali tertutup. Dia berusaha memutar
kenop pintu untuk kembali masuk dalam kamar neneknya. Tapi, dengan penuh
kekecewaan, pintu kamar itu telah terkunci. Sasha hanya bisa membisu memandangi
pintu kamar neneknya.
Lesu, Sasha merasa harapannya meletus bak
gelembung balon sabun. Dia tahu kalau akan sulit mencari tahu info dari
neneknya. Tapi, dia sungguh tak menyangka kalau akan mendapat perlakuan sampai
seperti ini. Kekecewaan Sasha berusaha ditutupinya dengan mengalihkan
pikirannya pada buku fiksi yang baru dibelinya. Sambil membaca, dia bertekad
akan mendesak neneknya lagi di pagi hari nanti.
Nyaris tengah malam, ketika Sasha merasa
haus setelah menghabiskan novel fiksi yang tadi dibacanya untuk menghapus
kekecewaan. Dia bergerak dari atas tempat tidurnya dan berjalan menuju dapur.
Samar-samar suara isakan tangis menghentikan laju langkahnya. Sasha mencoba
mendengarkan lebih seksama suara isakan tersebut dan akhirnya bisa menemukan
asal dari suara isakan tangis itu. Ada seseorang menangis di ruang tamu dalam
temaram cahaya lilin.
Perlahan setelah menyesuaikan pandangan
matanya dengan sinar lilin dia menyadari asal suara isakan itu dari neneknya. Isakan
tangis dari neneknya terlihat menghancurkan hati. Tubuh neneknya seakan begitu
rapuh karena isakan-isakan yang seolah mengiris diri sendiri. Remaja ini tak
mengerti mengapa neneknya menangis sendirian dalam gelap seperti ini. Tangisan
itu seakan dikeluarkan secara paksa dari dalam tubuh ramping neneknya. Isakan
yang dikeluarkan neneknya memang pelan nyaris tak bersuara, melihat kejadian
memilukan itu berlangsung tak jauh darinya berdiri membuat Sasha hanya bisa
memandang kaku seperti palang pintu tempatnya bersandar.
“Sasha....” mendengar namanya dipanggil
menyentak Sasha, “maafkan aku, tapi tak bisa sekarang...aku tak bisa cerita
sekarang”
Mendengar perkataan lirih di sela isakan
neneknya membuat dirinya menyadari apa penyebab tangisan di wajah neneknya
terjadi. Semua itu karena dirinya, permintaannya sore tadi yang membuat
neneknya menangis dalam kesendirian seperti ini. Sasha merasa malu dan sangat
kecewa pada dirinya. Bagaimana mungkin dia telah menyakiti neneknya sampai
seperti ini? Hanya karena rasa iri, dia telah membuat neneknya terluka. Apalah
artinya semua itu, dia tak perlu mengetahui perihal orang tuanya kalau bisa
menyakiti neneknya. Sasha bersumpah takkan lagi dia menyinggung hal ini. Cukup
sekali, dia melihat neneknya menangis seperti ini.
Tiga tahun tanpa terasa berlalu dari hari
yang tak terlupakan oleh Sasha. Tak pernah sekalipun remaja yang sekarang
berusia tujuh belas tahun ini menyinggung mengenai orang tuanya. Meski
mengherankan neneknya, di lubuk hati wanita itu merasa lega tak harus
menghadapi pengharapan akan kebenaran yang tersimpan dalam mata hijau Sasha. Tanpa
disadari Sasha, mata hijau milik gadis itu sekarang menyerupai mata hijau
keemasan neneknya.
Sementara di suatu tempat yang tersembunyi
dalam bayangan di balik bayangan, terjadi sesuatu yang tak diketahui gadis
belia ini. Tempat itu merupakan tempat tinggal dari suatu suku tersembunyi. Entah
kapan suku ini ada, tak ada tulisan sejarah dunia yang mengetahuinya. Semua
mungkin mengganggap suku ini hanya karangan namun, mereka ada. Suku ini sangat
tua dan tersembunyi dengan baik. Semenjak terciptanya peradaban ketika itu pula
mereka terbentuk dan hadir. Suku itu menyebut diri mereka Pemintal Mimpi. Kehadiran
mereka mutlak ada, keberadaan mereka tidaklah terasa dan sangat rahasia. Mereka
berada diantara ada dan juga tiada.
Tempat tinggal suku ini tidak jauh berbeda
dari manusia biasa, hanya letak tempat tinggal mereka agak berbeda yaitu;
dibalik bayangan. Pakaian yang mereka kenakan juga menyerupai manusia, dengan
bahan yang lebih halus dan lembut; mereka mampu memproyeksikan pakaian mereka
menggunakan pikiran. Mereka memiliki teknologi yang menggunakan alam dan juga
kekuatan energi mereka. Perbedaan tugas yang mereka dapat sejak lahir yang
membuat mereka bisa saling berbeda satu dengan lainnya. Tugas dan pekerjaan
mereka meliputi mimpi indah dan mimpi buruk. Perbedaan gender bagi mereka
tidaklah masalah dalam melakukan pekerjaan dengan baik.
Para pemintal mimpi merupakan masyarakat
yang kuno dan berpegang pada peraturan yang telah mengikat mereka selama
bertahun-tahun. Tak ada pengecualian bagi peraturan tersebut. Mereka
mendapatkan pengetahuan secara turun temurun dari para tetua yang silih
berganti. Waktu berjalan agak lambat bagi mereka bila dibandingkan dengan
manusia. Mereka bisa meninggal setelah ada yang bisa menggantikan tugas yang
mereka emban sejak lahir.
Sekarang, di tempat para tetua pemintal
mimpi; berkumpul para pemimpin muda yang membawahi beberapa kelompok pemintal
mimpi dari berbagai negara di dunia. Mereka sedang membahas salah satu kejadian
penting yang melibatkan dunia manusia. Kejadian ini merupakan kejadian langka
yang terjadi hanya sekali sejauh ini selama sejarah para pemintal mimpi.
“Jadi, para tetua, ada apa gerangan kalian
memanggil kami semua?!” tanya salah satu pemimpin muda yang berasal dari daerah
yang dingin.
Pertanyaan pemimpin muda ini membuat para
pemimpin yang lain serentak memandangi para tetua yang berjumlah dua belas
orang. Para tetua itu memakai pakaian yang berbeda, satu dengan yang lain. Para
tetua ada sebagai perlambangan adanya perbedaan. Mereka melambangkan musim yang
ada di dunia manusia, daerah yang tercipta, emosi yang tersirat. Mereka
melambangkan semua kemungkinan yang ada. Mereka yang menyimpan semua sejarah
para pemintal mimpi, sejarah yang diturunkan bergantian dari tetua lama kepada
tetua baru. Keputusan mereka yang telah mereka ambil berdasarkan peraturan yang
tercipta semenjak dahulu kala tak terbantahkan.
“Kita akan menjemput putri suku pemintal
mimpi!” seru tetua kepala. Tetua ini adalah yang paling arif dan paling
berwibawa diantara semua tetua yang ada.
“Putri pemintal mimpi?! Bukankah dia
menghilang?! Apa kalian telah menemukannya?!” tanya pemimpin muda dari daerah
gurun bingung. Kebingungan yang terlihat pada pemimpin muda tersebut tersirat
di semua wajah pemimpin muda lain.
Entah sudah berapa lama, suku pemintal
mimpi kehilangan putri mereka. Tidak ada yang pernah melihat keberadaan putri
pemintal mimpi selain para tetua yang ada. Putri suku pemintal mimpi adalah
sosok yang berada di atas semua pemintal mimpi yang ada. Dia memiliki kemampuan
memintal mimpi indah dan juga mimpi buruk. Dia juga mengetahui semua sejarah
pemintal mimpi yang diterima oleh para tetua. Dia adalah pilar bagi semua suku
pemintal mimpi. Keberadaannya penting bagi kelangsungan suku pemintal mimpi.
“Kami tidak pernah kehilangan putri
pemintal mimpi.” terang salah satu tetua yang mengenakan pakaian berwarna biru
tua. “Hanya saja, bukan putri pemintal mimpi lama yang akan kita jemput tetapi
putri yang baru.”
“Maksud tetua?” tanya pemimpin muda
perempuan yang berwenang di dataran tinggi. Dari wajahnya terlihat keingin
tahuan yang mewakili semua pemimpin muda lain.
“Kalian tak perlu mengerti, hanya
bersiap-siap saja menerimanya.” Tetua kepala terlihat tak berniat menjelaskan
apapun.
Setelah semua pemimpin muda beranjak
pergi, terjadi pembicaraan diantara para tetua. Mereka terlihat sedih dalam
pembahasan tersebut. Mereka semua mengetahui penyebab mengapa putri yang lama
diganti dengan yang baru. Mereka, terutama tetua kepala akrab dengan sang
putri. Mereka yang membesarkan dan mengurus sang putri. Mereka juga yang
memberikan pendidikan dasar secara langsung, bergantian. Dulu, mereka mengira
kalau mengerti pemikiran sang putri tapi, ternyata mereka telah salah. Padahal
sang putri berada di bawah bimbingan mereka, namun tetap saja sang putri
melakukan pelanggaran. Pelanggaran peraturan terberat suku Pemintal Mimpi!
Malam itu merupakan malam dengan bulan
yang tak lama lagi menjadi bulan purnama sempurna. Dimalam seperti ini, mudah
bagi para suku pemintal mimpi untuk memasuki dunia manusia. Memandangi bulan
yang berbentuk setengah lingkaran, nenek Sasha bernyanyi. Nyanyian tersebut
berasal dari ingatan yang terasa jauh darinya. Tak ada satupun bahasa manusia
yang bisa menandingi bahasa yang terkandung dalam kidung nyanyian tersebut.
Kehadiran seseorang yang dikenal nenek Sasha yang menghentikan dendangan kidung
malam itu.
“Sudah cukup lama tidak melihat anda,
Tetua.” Nenek Sasha berbisik ke arah bayangan pintu kamar yang menyambungkan beranda
dengan kamar tidurnya.
Dari dalam bayangan cahaya bulan, sesosok
tubuh yang tinggi dan tegap keluar. Senyum sedih membayang di wajah arif dan
menua tersebut. Penuh kasih, tetua kepala memandangi wanita cantik yang
bersandar pada pegangan beranda. Berbagai pikiran dari ingatan yang sudah lama
berlalu berkelebat di kepalanya. Berjalan dalam diam, tetua kepala mendekati
nenek Sasha.
“Memang sudah cukup lama, Putri.” Tetua
kepala membalas sapaan nenek Sasha.
“Ada apa gerangan, sampai aku mendapat
kehormatan kunjunganmu?! Setelah sekian lama mengacuhkan kehadiranku, mengapa
kau muncul?” Nenek Sasha yang ternyata merupakan putri suku pemintal mimpi
menatap tajam pada tetua kepala.
“Kami akan mengambil putri suku pada bulan
purnama.” Tetua kepala langsung mengutarakan maksud kedatangannya tanpa
basa-basi lagi.
“Kalian akan datang membawaku kembali?!”
Nenek Sasha terlihat geli mendengar tujuan kedatangan lelaki tua yang merupakan
pembimbingnya tersebut.
“Kau tahu kalau kau tidak akan pernah bisa
kembali ke dalam suku lagi, Putri. Tidak, setelah kau melakukan pelanggaran
terberat dan mendapatkan kutukan tersebut.” Tetua kepala terlihat sedih
mengingat kesalahan yang sudah diperbuat sang putri.
“Lalu, siapa yang...Kenapa kau datang
memberitahuku mengenai hal ini?” Nenek Sasha memandang pada sang tetua penuh
curiga yang dibalas dengan kesedihan yang kentara di wajah tua itu. “Tidak
mungkin! Kau tidak bermaksud..”
“Hanya keturunan langsung yang bisa
membayar kesalahanmu, Putri. Keberadaan seorang putri suku penting bagi dunia
Pemintal Mimpi. Kau tahu itu dengan jelas.”
“Kau akan mengambil Sasha?! Dia
satu-satunya hartaku yang tersisa, setelah kalian mengambil pasanganku dan
memberiku kutukan.”
“Kesalahanmu dalam melanggar peraturan
yang membuatmu mendapat kutukan, Putri.” Tetua kepala menyela perkataan sang
mantan putri dengan tajam. Menghela nafas, lelaki arif ini melanjutkan; “Kesalahanmu
pula yang akan membuat suku pemintal mimpi menerima dampaknya. Seluruh pemintal
mimpi memerlukan seorang putri sebagai pilar. Kami, para tetua telah berusaha
memberikan 17 tahun kenangan untukmu bersama dengan Sasha. Sudah saatnya kau
mengembalikan dirinya pada kami.”
“Tapi, bukan seperti ini aku ingin hidup
bersamanya.” Nenek Sasha terlihat amat sedih. Dia tak pernah bisa menjalani
hidup dengan Sasha sesuai dengan perannya yang sebenarnya. Kutukannya membuat
semua tak bisa terjadi.
“Kau yang telah menabur, Putri, maka kau
pula yang harus menuainya. Semua ini adalah bagian dari kutukanmu, Putri.
Kaulah yang harus menanggungnya. Kami, para tetua tak bisa membiarkan seluruh
pemintal mimpi menanggung akibat keegoisanmu.” Memandangi bulan yang berada
tinggi di angkasa biru, tetua kepala melanjutkan; “Kami akan menjemput Sasha
tepat pada saat bulan purnama puncak.”
Setelah selesai menyampaikan kalimat
terakhirnya, lelaki tua itu beranjak menuju bayangan tempatnya muncul. Kepergian
lelaki tua itu meninggalkan nenek Sasha menitikkan air mata dalam diam. Semua
memang kesalahannya sehingga dia menanggung kutukan yang menyakitkan ini.
Keegoisan yang membuat posisinya menjadi tak jelas. Semua merupakan bagian dari
kutukan, kutukan yang tidak dianggap penting baginya hanya karena mengganggap
dirinya berkuasa. Dia meremehkan peraturan hanya karena dirinya seorang putri.
Hari yang ditentukan telah tiba! Malam ini
merupakan malam bulan purnama pertama setelah ulang tahun ke-17 Sasha. Pada
malam ini pula, Sasha harus berpisah dengan neneknya. Setelah makan malam,
nenek Sasha memanggil dirinya untuk berjalan-jalan di taman. Berjalan pelan,
nenek Sasha menggandeng tangannya. Mereka sekarang berada di tengah taman yang
luas. Duduk di bangku taman, Sasha merasakan dirinya ditarik duduk dan
mengikutinya. Entah kenapa, Sasha merasakan keanehan pada perilaku neneknya.
Wanita yang selama ini membesarkan Sasha jarang sekali mengajaknya berjalan
keluar.
“Sasha..” panggil nenek Sasha berbisik.
“Ya, Nek.” sahut Sasha tanpa menoleh, dia
sibuk terpesona pada bulan purnama yang terlihat mengapung.
“Apa kau masih merindukan ibumu?!” tanya
neneknya pelan.
Terkejut mendengar pertanyaan neneknya,
Sasha otomatis menoleh. Dia melihat kalau pandangan neneknya terlihat
menerawang. Setelah beberapa tahun semenjak dirinya bertekad melupakan
keberadaan orang tuanya. Sekarang, entah mengapa neneknya mengungkit hal ini.
Walau sangat ingin tahu, tapi dalam lubuk hatinya, Sasha merasa tegang dan
takut. Dia merasa kalau malam ini akan terjadi sesuatu yang berbeda pada mereka.
Tanpa mendengar jawaban Sasha, neneknya
mulai bercerita; “Dulu...sejak jaman dahulu kala ada sebuah suku yang hidup
dalam bayangan, dibalik bayangan dunia ini. Suku itu memiliki kemampuan
memintal mimpi. Dalam melakukan pekerjaan, tidak ada perbedaan gender. Yang
membedakan hanya tugas yang harus mereka emban semenjak lahir. Tugas yang harus
mereka lakukan adalah memintal mimpi indah dan mimpi buruk.” Menarik nafas
panjang, sang nenek menoleh pada Sasha yang terlihat bingung. Wanita ini hanya
tersenyum memandangi dan membelai lembut wajah manis remaja tujuh belas tahun
itu.
Memandang kembali bulan purnama yang mulai
memanjat naik, nenek Sasha meneruskan; “Suku itu memiliki seorang putri dan
peraturan yang tidak boleh dilanggar. Keberadaan seorang putri bagi suku itu
begitu penting, namun..tidak sepenting peraturan kuno tersebut. Peraturan kuno
itu melarang semua anggota suku pemintal mimpi untuk berhubungan dengan
manusia. Sang putri yang merasa kalau dirinya penting bagi suku menganggap
remeh peraturan itu. Dia melanggarnya!”
“Nenek..” Sasha bingung melihat neneknya
mendekap kakinya dan mulai gemetaran. Tubuh ramping neneknya terlihat seperti
anak kecil.
Tak menghiraukan selaan Sasha, neneknya
meneruskan; “Kutukan yang diterima sang putri membuatnya harus menyaksikan
pasangannya meregang nyawa dihadapannya karena mimpi buruk tanpa bisa membantu.
Menyakitkan sekali, melihatnya semakin kurus dan mengering karena mimpi buruk
yang datang tak henti itu.” Nenek Sasha terisak seakan cerita itu merupakan
bagian dari ingatannya.
“Nenek, sudah hentikan!” Sasha memeluk
tubuh neneknya yang terisak pedih.
“Tidak hanya itu, saat pasangannya
menghembuskan nafas terakhir...dia mendapatkan lanjutan kutukannya. Darah
dagingnya melupakannya, melupakan semua kenangan masa kecilnya dan
mengganggapnya orang lain. Dia harus hidup seperti itu, menelan kepahitan itu
karena keegoisannya telah melupakan peraturan kuno suku.” Memandang sendu
dengan mata penuh air mata, nenek Sasha memegang lengan remaja tersebut dan
berkata; “Aku ibumu, Sasha!” Mendengar hal tersebut, Sasha tersentak kaget dan
berdiri mematung.
“Semua adalah salahku, karena aku putri
yang egois. Aku menganggap karena seorang putri maka peraturan itu tak berlaku
untukku. Tapi, aku salah! Peraturan tetaplah peraturan, apapun posisimu tetap
harus dijaga dan dipatuhi. Karena pelanggaran bodoh, aku tak bisa menjadi
ibumu. Karena itu pula kau harus menggantikanku sebagai putri.”
“Maksudmu?”
“Aku membuat suku pemintal mimpi yang tak
bersalah kehilangan putri mereka, orang yang seharusnya menjadi pilar dunia
mereka. Karena itu, kumohon padamu, Sasha, terimalah posisi itu. Jadilah sang
putri! Hanya kau yang bisa menggantikanku.”
“Aku...menjadi putri pemintal mimpi?!
Tapi...”
“Kau adalah yang terpilih menggantikan
ibumu, Sasha” seru pelan seorang lelaki tua yang terlihat arif dan berwibawa.
“Bila kau menolak, maka jutaan anggota suku pemintal mimpi akan menghilang dan
lenyap. Mimpi-mimpi yang ada takkan bisa terpintal dan terwujud lagi. Lalu,
ibumu akan terus terkena kutukan; tidak bisa mengakuimu sebagai darah dagingnya
dan hidup tanpa mati melihat kematian yang disebabkan dirinya.”
“Itu terlalu kejam, bukan?!” Sasha
terlihat marah mendengar semua itu.
“Itu adalah akibat dari pelanggaran
peraturan yang dianggap sepele ibumu, Sasha!” Lelaki itu menatap sedih pada
nenek yang ternyata merupakan ibu kandung Sasha, tatapan itu membuat wanita
berhati lembut itu tertunduk.
Melihat penyesalan yang terpancar dari
seluruh tubuh ibunya, Sasha berkata; “Apa ibuku bisa terbebas dari kutukan
kalau aku menerima posisi itu?”
“Kalau kau menerima posisi itu, Sasha,
semua anggota suku akan terus hidup dan bisa menjalankan tugasnya. Ibumu bisa
mengakui dirimu kembali sebagai darah dagingnya, tapi, dia tetap akan menerima
hukuman.” Tetua kepala menerangkan.
“Masih menerima hukuman?!” Sasha terlihat
tak setuju.
“Ya, dia telah membuang sukunya maka,
selamanya tak akan bisa kembali ke tempat dimana sukunya berada. Dia harus mati
di dunia ini, dunia yang dipilihnya.”
“Aku mengerti, aku bisa menerima itu.”
sahut ibu Sasha. “Asal aku bisa mengakui Sasha sebagai anakku, itu sudah
cukup.”
Maka, dengan Ibu Sasha menerima hukuman
terakhir itu, Sasha pergi bersama dengan para tetua yang datang menjemputnya
melalui bayangan pepohonan taman yang bertebaran. Kepergian Sasha memang
menyakitkan bagi ibunya, tapi setelah sekian lama akhirnya dia bisa menebus
kesalahannya. Kepergian Sasha sebagai putri suku akan membuat suku Pemintal
Mimpi terus hidup dan baginya itu sudah cukup memuaskan.